Translate

Jumat, 27 Desember 2013

Ketika Cinta (Memoriam with JK)

Waduh aku telat, meeting ini bakalan kacau, semua ini salahku,, kenapa sih wanita sering tak ingat waktu bila berbelanja?, " sabrina" panggil Azuwa, aku menoleh kebelakang, ketiga sahabatku melambai dari jauh dalam toyota yaris berwarna hitam itu. "Semangat" kata Chianta "Keep Smile" kata tamara " Ingat" tambah Azuwa aku tersenyum membalas lambaian mereka,, hftt, setidaknya mereka tidak membuatku gugup lagi, meski akhirnya Chianta tak jadi menemaniku karena tiba-tiba saja pak Tobroni memberi job padanya. begitupula Tamara dan Azuwa. ku acungkan jempol kananku ke arah mereka, setidaknya mereka tau aku baik-baik saja dan bisa melakukan ini. dengan langkah pasti aku berjalan menuju gedung pertemuan itu, cukup banyak orang, mobil-mobil yang berparkiran itu hampir penuh berjejalan di parkir area gedung itu. aku sadar bahwa bukan aku saja yang mengalami hal seperti ini. orang-orang yang berada di sini pun pernah juga merasa seperti ini, masa di mana menanggung beban tanggung jawab sendiri di hadapan orang asing yang belum pernah ku kenal sebelumnya. "Sabrina!" panggil bu Maimun menjemputku. aku tersenyum, disana telah ada pak Imron dan dua orang yang belum ku kenal. buru-buru aku mempercepat langkahku menuju mereka. "Maaf saya terlambat" kataku ,mengawali tatap muka dengan senyum. orang itu tersenyum padaku "ah, kami juga baru sampai" kata laki-laki ber kemeja biru yang berdiri di samping pak imron itu ramah. usianya sekitar 49 tahun sebaya dengan pak imron sementara laki-laki satu lagi berusia sekitar 36 tahun, aku yakin laki-laki yang satu ini lah yang di katakan pak Sulaiman. yang tidak mempunyai humour of sense itu. "oh iya, ini pak misran dan ini pak bayu" kata pak Imron menjelaskan. aku mengulurkan tangan kearah mereka. "Sabrina harun" kataku menebar senyum. laki-laki bernama Pak bayu itu agak kurang ramah, tersenyumpun seadanya. "saya kira yang di tunggu bernama Sabrina harun itu sudah umuran, hehe,, ternyata masih muda ya?, umur kamu berapa?" tanya Pak misran "26 tahun pak" jawabku. mereka tersenyum-senyum sambil termangut-mangut. "hm,, kita menunggu siapa lagi ini pak, bisa kita mulai sekarang?" "tunggu manager kami dulu, soalnya dia yang akan mengadakan meeting dengan kamu, sebenarnya saya, tapi saya hari ini di tugaskan untuk mengontrol pabrik karet di luar kota, pak mario bilang meeting ini penting, jadi sebaiknya dia yang datang langsung, tapi sepertinya dia terjebak macet" cerita pak bayu. "oh,, jadi bagaimana?, di tunggu di ruang meeting atau_" "itu dia pak mario" kata bu maimun menatap kebelakangku, aku menoleh "oh, maaf saya telambat" katanya berdiri tepat di depanku dengan tebaran senyumnya. hhhhhh,,, ia menatapku tersenyum, kelihatan sangat ramah. usianya sekitar 28 tahun, postur tubuhnya besar tinggi, mata, hidung, tangan, bahu, rambutnya, sepertinya aku kenal, aku pernah melihatnya "Anda Sabrina harun?" tanyanya , aku mengangguk, ia mengulurrkan tangan "Mario Putra" katanya menyebut namanya. ya, aku yakin, aku kenal dia. Matahariku entah sudah berapa lama aku melihatnya, tapi baru kali ini aku terfokus, pria berkemeja perpaduan merah putih dengan motif hati itu ku suka. entah apa yang ia perbuat hingga aku begitu terfokus padanya. aku merasa bahwa aku telah di hipnotis olehnya. aku tak tau apakah ini perasaan cinta. tapi yang pasti aku suka dengannya,, aku suka melihat tangannya, punggungnya, matanya, rambutnya,,, aku suka dan aku hampir gila karena itu. "tuhan, tolong aku" batinku saat ingin memasuki ------- mataku tiba-tiba seperti mempunyai chemistri dengan hal yang spesial di hati dan otakku. Yap, pria itu. entah siapa namanya, aku bahkan tak tau ingin menyebut dan memanggilnya apa dalam setiap cerita-ceritaku. aku bahkan bingung menulis namanya di diary ku,,, mungkin dua puluh tahun akan datang aku akan lupa dengan pemilik nama "dia" di diaryku. aku tau penyakit andalanku, maka dari itu aku berusaha mencari pengganti nama "Dia" dengan memanggilnya matahariku. itu panggilan yang cocok baginya. aku merasa segar saat berjemur di matahari pagi, begitu pula bila melihatnya meski matahari tertutup awan mendung. aku ceria dengan sinar-sinar terik mentari yang membelai tubuhku, begitu pula dia yang membuat ku yang murung oleh ke BT (bad Mood) dan BM (bad Mood)-an ku menjadi ceria dan tersenyum-senyum. mungkin ini yang orang bilang cinta "orang yang jatuh cinta akan merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya bila berada di dekatnya" itu kalimat yang ku ingat baik dari cerita-cerita kakak dan abang ku. tapi aku tidak tau apakah jantung ini akan berdetak beda dari biasanya bila bertemu dengannya? "Bina" bisik Nta "ada abang itu" katanya tersenyum-senyum di barengi Tamara dan Azuwa. kulihat mereka yang buru-buru masuk dan mengambil posisi duduk di kursi panjang. aku agak takut untuk melangkah, sebenarnya aku takut apakah jantungku akan benar-benar berdetak cepat? "nah,, Bina,, masuklah, katanya mau fotokopy?" kata Azuwa mengagetkanku. "iyaaa" kataku tersenyum tak enak. hfttt,, bismillahirrahmanirrahim, dengan enggan aku melangkah masuk kedalam, kulihat ke tiga temanku tersenyum-senyun dengan nada mengolokku. mereka tau bahwa aku menyukai Pria yang yang ku panggil matahari itu setelah beberapa bulan ku pendam dan tak menceritakannya pada mereka. aku berusaha tak mempedulikan cagilan mereka dan buru-buru menuju meja panjang untuk menyerahkan kertas-kertas teknologi benih di tanganku untuk di fotocopy. sesekali ku pandangi ketiga temanku yang seakan tak mengerti bagaimana perasaanku,, aku semakin was-was hingga tiba-tiba, "mbak, fotocopynya aku ambil duluan ya?" kata seseorang tiba-tiba berada tepat di belakangku. haaaa,, bulu kudukku merinding aku menyadari bahwa suara laki-laki tadi adalah suaranya, karena aku sempat menoleh sebentar. aduuhhh,, aku benar-benar tak tau melukiskan perasaanku saat itu. hanya sebentar saja, setelah itu aku tak tau lagi kemana dia, aku terlalu sibuk menganalisis perasaanku. hari-hari itu adalah hari yang bahagia bagiku, memiliki sosok yang ku suka dan menjadikannya penyemangat belajarku, penyemangatku untuk kekampus dan berprestasi. meski terkadang lesu bila hampir tiga hari tak melihatnya. "Nta, aku ke kelas ya?" kataku lesu, padahal Chianta sedang seru-serunya bersama Akhyar menirukan gaya Cherrybelle saat bernyanyi. langkahku lesu,, dan memilih duduk di kelas sendirian. hingga beberapa lama kemudian "Bina, Abang itu ada di depan" kata nya, aku buru-buru melihat ke jendela kaca. chianta benar!, oh tuhan,, aku bisa leluasa melihatnya dari sini, melihatnya berbicara dengan teman-temannya, melihatnya secara detail, tanpa takut ada yang curiga bahwa aku menatapnya dari kejauhan. aku senang sekali... seolah-olah, ada sesuatu yang meng-charge ku kembali untuk kembali bersemangat. oh,, aku rasa aku tak salah memilihnya untuk di sukai, menjadi fans tersembunyinya yang gila bila tak melihatnya, tangannya yang kekar itu setidaknya bisa menggendongku bila kami sudah menikah nanti, atau paling tidak mengangkut beras dan postur tingginya bisa membantu mengganti bola lampu. rambutnya yang hitam lurus itu, bisa memperbaiki keturunanku, setidaknya anakku kelak tidak mendapat ejekan dari teman-temannya dengan kata 'pirang' atau 'barat' sepertiku. masalah keimanan, aku sudah cukup puas melihatnya saat pulang dari kampus beberapa hari yang lalu di masjid tak jauh dari kampus. dan hatiku mantap menjadikannya pilihan hatiku. "aduh,, kenapa aku menangis?"desahku mengusap air mataku, hatiku tiba-tiba merasa iba, bagaimana bila seandainya dia bukanlah jodohku?. apa aku akan patah hati untuk kedua kalinya lagi?.. Ya allah,, aku suka dia... "bina, ada abang itu di depan kelas" kata tamara menghampiri ku. "kau tau tidak, ternyata dia itu alumni SMA 4, soalnya dia kakak kelasnya meri" "meri yang cerita ya?" tanya ku. tamara mengangguk. aku tersenyum, meski awalnya aku mengira aku takkan bisa tau siapa namanya, aku tak tau dia dari prodi mana, dan takkan bisa pernah tau ataupun dekat dengannya, karena aku teguh pada prinsipku. 'bukan hikayat bunga keluar mencari kumbang, bukan adat ayam keluar mencari musang' dan aku takkan pernah mau menghampirinya memberi sesuatu ataupun mengatakan bahwa aku suka dengannya, bagaimanapun harga diri ku sebagai wanita harus tinggi. tapi aku mengakui pepatah nenek jaman dahulu . "Dunia tak selebar daun kelor" itu salah.. !! semangat..! itu selalu ku ucap dalam hati hingga akhirnya aku menerima sebuah kabar gembira. "nama abang itu Rio" kata Chianta. "kau serius???" tanyaku tak percaya. tamara mengangguk, itu berdasarkan cerita dari Meri. "sumpah" kata chianta mengangkat kedua jarinya keatas." "ahhhhhhh,,,,,!!!! hahahhahhahaa,,, aduh, haaaaaaaaaa,,,, aku senaaaang,, aku senang, hahahhhahaahahaaa, terimakasihhhhh, oh, ya allah, haaaaaaa aku senaangggggg" teriakku kegirangan di dalam kelas sambil berlonjak menyuarakan kebahagiaan hatiku. untung saja waktu itu kelas telah sepi setelah di tinggal penghuninya yang baru saja menyelesaikan matakuliah terakhir. aku bisa menulis nama Rio di diaryku, aku bisa memberi nama pada lukisan yang aku buat hasil dari bayangannya di mataku, aku bisa mencoret,menulis, mengukir nama itu sepuas hatiku, dan itu sudah cukup membuatku puas. dunia ternyata selebar daun kelor!! :) "tapi" kata tamara "tapi apa ala?" tanyaku "dia sudah punya pacar, namanya Andara. mereka pacaran sudah hampir dua tahun" apa???? "selagi janur kuning belum melengkung, masih ada kesempatan ala" kataku tegar, tapi entah kenapa hatiku sakit, ini berita baik sekaligus berita buruk buatku, tiba-tiba hatiku terasa perih, aku_ aku tak bisa berharap lebih darinya, dan dugaanku benar. wanita yang sering bersamanya adalah kekasihnya meskipun sebelumnya aku menampik bahwa itu temannya, meski aku meyakinkan diri, meski Azuwa meyakinkan ku bahwa apa yang ku fikir belum tentu benar. tapi ternyata benar,,, ya allah,, tolong aku,, tegarkan aku,, tegarkan aku,, aku tak boleh menangis,, aku tak boleh kelihatan lemah dimata sahabat-sahabatku,, aku,,, aku,, aku menagis,,, mengapa aku selalu merasakan ini??? mengapa???, menyukai tapi tak berespon, mencintai tapi ada hati lain yang mengisi hatinya,, aku tak bisa lagi mengharap ia akan menggendongku bila menikah, mengganti bola lampu, mengangkut beras,,, aku harus hapus harapanku bermimpi menikah dengannya, menjadi istrinya, memiliki anak dengan rambut hitam lebatnya,, aku tak.... aku tak tau harus berkata apalagi tuk mengungkapkan perasaanku, yang pasti, aku patah hati dan menderita sakit yang aku sendiri tak tau bagaimana cara mengobatinya. mungkin aku harus melupakan matahariku meski takkan bisa. atau setidaknya aku akan berdiri diam menatap perjalanannya dan mundur perlahan tapi pasti menatap kebahagiaannya bersama wanita yang ia cintai hingga berakhir di pelaminan. breakkk!!! aku merasakan hidupku hampa, gelap. "tolong aku Allah, kembalikan dunia ku dari kematian ini..........." *** itu hanya masa lalu, tapi masa lalu yang membekas, mungkin saat ini ia telah menikah dan memiliki anak dengan kak Andara. dia pasti bahagia, lihat lah sekarang, dia semakin tampan saja, rambutnya yang terpotong rapi tak seperti sewaktu kuliah dulu, kemeja hitamnya itu begitu rapi dan pasti istrinya yang mempersiapkan semuanya, dia pasti bahagia memiliki kak Andara. aku bahagia dengan kebahagiannya, entahlah, apa ini perkataan jujur atau bohong. tapi, sebenarnya dia salah satu faktor penyebab aku melanggar pesan nenek padaku. "menikahlah di usia 25 tahun, kalau sudah lewat, susah mendapatkan anak, jangankan itu, bujang juga tak mau yang sudah kelewat umur" jangankan menikah, saat ini pacarpun aku tak punya, sampai-sampai semua keluarga besarku sibuk mencarikan calon suami buatku,, terserah mereka. aku juga tak punya hati lagi untuk mencintai setelah 2 kali merasakan patah hati. "Sabrina harun" panggil seseorang, aku menoleh mencari asal suara. "ya?" sahutku menyadari orang yang menyapaku adalah pak mario. "setelah meeting ini ada kegiatan lain?" "sepertinya tidak ada pak, ada apa ya?" tanyaku balik. ia tersenyum. entah apa yang ada di fikirannya. entah ia kenal atau tidak denganku bahwa aku pernah ada di fakultas yang sama dengannya dan menyukainya. huuu,, dia takkan ingat, siapa aku di kampus itu, hanya orang awam yang tidak ada karismanya untuk di buat terkenal. "bagaimana kalau saya traktir kamu makan malam, sebagai ucapan terima kasih dan dealnya kerja sama kita" apa katanya??, "tapi kan pak Imron dan yang lainnya tidak ada di sini pak?" "iya, saya tau, maksud saya kita berdua saja" apa maksudnya berkata seperti itu? apa ia tidak takut istrinya akan marah, ataupun tidakkah ia kasihan melihat istrinya menunggunya di rumah? "hmm,,, maaf pak, saya.." "oh, apa kamu ada janji dengan kekasih kamu?" tanyanya memotong pembicaraan. "bukan, ehm,,, tapi" "ok, maaf, lain kali saja" katanya tersenyum, "kamu pulang naik apa?" "ada yang jemput pak" jawabku. ia mengangguk kecil, lalu menebar lagi senyum kepadaku. "saya duluan ya?" katanya meninggalkan ruangan meeting "oh iya, saya lupa" katanya berbalik lagi kearahku yang mulai berdiri. "ada apa pak?" tanyaku kulihat ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah buku "sebenarnya ini yang membuat saya terlambat, saya harus membongkar-bongkar dahulu kamar saya untuk mencarinya" ceritanya memberikanku buku itu "buku apa ini pak?" tanyaku melihat buku agenda berwarna coklat yang hampir usang itu. "boleh saya minta tolong?" tanyanya. serius "ya?" jawabku masih bingung. "tolong tanda tangankan buku ini, saya sudah lama ingin melakukan ini, tapi susah sekali mencari sosok Sabrina harun di kota ini"katanya tersenyum "tanda tangan apa??" tanyaku semakin bingung. ia menatapku lekat,, "untuk seorang fans yang mengidolakan kamu selama 7 tahun" katanya,, , "ff,, ffaanss?, tapi saya bukan artis, saya tidak mempunyai bakat menarik apapun yang membuat seseoarang harus menjadikan saya seorang idola" kataku tak terima, dan hal ini semakin ganjil. "lagian tujuh tahun itu waktu yang lama, siapa fans yang bapak maksud?" "buka saja bukunya" katanya. aku menatapnya selidik, "sebentar" katanya mengangkat panggilan di hpnya. "ya?,, hm,, ya sayang,, abi pulangnya agak malam, kalau bisa abi usahakan bawa ya?kakak tunggu saja di rumah sama ummi, bilang sama ummi untuk sabar dan doakan abi,,," "tunggu sebentar ya Sabrina" katanya buru-buru keluar apa ku bilang, pasti anaknya menelpon, oh,, mereka begitu romantis dan bahagia sekali. ku buka buku itu perlahan untuk mengalihkan fikiranku yang kalut melihatnya yang mesra berbicara dengan istrinya. Namanya Sabrina harun, biasa saja tapi aku suka, menarik dan seakan menciptakan magnet-magnet di wajahnya yang membuatku selalu ingin dekat dengannya, selalu ingin melihatnya,,,. sulit sekali mengetahui siapa namanya, ku dengar banyak panggilan dari teman-temannya,Bina, Run, Sa, entah yang mana di percaya, meyakinkan ke empat teman yang dekat dengannya, tapi hasilnya aneh, yang benar saja namanya Mag. . nama yang lucu,, untuk gadis lucu sepertinya. dia suka denganku?? sebenarnya ini buku siapa dan tulisan siapa??, ada beberapa foto ku yang entah dari mana ia mendapatkannya. ini tak mungkin tulisan Mario, tulisannya jelas-jelas berbeda saat penandatanganan kontrak tadi, tulisan ini lebih bagus. ada seseorang yang menampangkan cerpen dengan identitas misterius, tapi kenapa ciri-ciri yang ditunjukkan seperti ciri-ciriku?, si penulis malah mengungkit detail baju favoritku,apa aku terlalu sering mengenakan kemeja itu??, sejak itu aku tak pernah lagi mengenakan kemeja itu, aku takut ada yang tau bahwa laki-laki yang di ceritakan di cerpen itu adalah aku, dan kalau andara sadar, dia akan habis-habisan protek terhadapku. aku berusaha mencari tau, hingga suatu sore aku melihat empat orang perempuan dengan tingkah mencurigakan mengendap membuka majalah dinding dan menempelkan sesuatu,, hahaha,, tau siapa dia antara mereka? Sabrina, dan dialah penulis cerita itu, aku tergelitik melihat tingkah laku mereka, begitu kompaknya saling bahu membahu membantu temannya mengungkapkan perasaan melalui cerpen misterius itu. sabrina,,,, gadis itu lucu. kemeja itu miliknya, berarti yang menulis ini mario??? oh,, jadi selama ini dia tau aku suka dengannya?? ahhhh,, bodoh sekali aku ini,,,, bodohhh Mencari sabrina,,, nihil Mencari sabrina,,, nihil Mencari sabrina,,, nihil Mencari sabrina,,, nihil, dan mungkin dia tidak ingin kutemui, atau setidaknya meminta sebuah perkenalan dengannya, gadis itu menghilang bak di telan bumi. Mencari sabrina,,, aku melihatnya di sebuah tabloid bisnis, tapi redaksi majalah bersangkutan tidak tau alamat lengkapnya, nomor yang di dapatpun tidak bisa di hubungi, sabrinaaa... ini akhir dari isi buku itu, buku setebal 100 lembar itu belum semuanya ku baca, apa ini diary mario?? tapi apa benar bahwa dia juga suka padaku dulu???, aku senang, tapi hanya sedetik yang lalu, karena aku sadar ini tidak mungkin, andara telah tertambat di hatinya, andara istrinya,, andara ibu dari anaknya,, lagipula itu hanya suka, bukan cinta, dia hanya suka padaku bukan cinta,, dia hanya ingin kenal dengan orang yang pernah mengidolakannya,dan aku bukan apa-apa di banding andara. hfttt,, jangan menangis bina.... buru-buru ku usap air mataku. "apa kamu?_" kata mario yang masuk kembali ke ruangan itu, ia terdiam melihat ku mengusap air mata "ha?, oh iya,, baru ingin saya tandatangani pak" kataku menganbil pena di tas ku, buru-buru ku tanda tangani "Sabrina, aku_" kata-katanya terhenti, ia menghela nafas pelan, aku perlahan menatapnya, bahasanya berubah, seperetinya ia mengakrabkan diri dennga ber aku kamu aku mengangguk,, menahan agar aku tak menangis di depannya "saya tau, bapak sudah tau bahwa saya dulu_, saya minta maaf pak, dan lupakan saja semua, lupakan tentang cerpen itu dan maaf untuk kesalahan saya membuat bapak tak pernah lagi mengenakan baju favorit bapak, saya minta maaf, maaf mungkin selama ini mengganggu bapak,,, maafkan saya.." kataku dengan mata berkaca-kaca, mengapa cerita luka itu terungkap lagi "permisi" kataku berlalu pergi dengan tetesan air mata. ya allah,, tegarkan akuuu, tegarkan aku ,,,, "Bina!" panggilnya mengejarku, "aku belum selesai berbicara" ku usap air mataku, dan perlahan berbalik, aku tak sanggup menatapnya,, aku tak sanggup melihatnya,, aku_ "pekerjaan saya sudah selesaikan??, saya sudah menandatangani buku itu, bapak bisa temui saya besok" "apa kau bisa menepati janjimu untuk menemuiku lagi besok?, aku tidak yakin, jadi tolong dengarkan aku, sabrina,, lihat aku" pintanya, dengan ragu aku menatapnya. "kau tau isi buku itu, kau tau aku suka denganmu, aku suka denganmu sejak kita masih kuliah dulu, aku telah mencarimu hampir lima tahun lamanya, kau tau, aku hanya ingin berkenalan denganmu dan meminta tanda tanganmu, aku menyukai cerita-ceritamu yangmenyangkut pautkan aku, aku ingin menebus kesalahanku yang pernah memendam rasa untuk berkenalan denganmu, aku ingin mengatakan bahwa aku suka denganmu" katanya, desah nafasnya agak terputus, aku mengangguk,, "ya, saya tau, sudahkan?, lagipula itu hak bapak, hak semua orang,, " "tapi aku ingin mendapatkan hak itu" katanya apa maksunya? "bapak tau bapak itu sudah berlebihan?, saya datang kesini untuk melaksanakan tugas saya, bukan bermeloria dengan cerita-cerita masa lalu, bapak tau kan bahwa kata-kata bapak tadi itu bisa membuat orang lain marah?!"kataku mulai marah "i dont care u know??, i wont do wrong for twice again!, setidaknya kamu tau bahwa selama ini aku suka sama kamu" katanya mulai terbawa emosi. di usapnya wajahnya, lalu tangannya merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sesuatu. please, maukah kamu menikah denganku?" katanya menyodorkan cincin kehadapanku, apa dia gila?? "jangan menceracau,, ini bukan sebuah permainan!!, saya tidak ingin menyakiti hati orang, bapak tau, gurauan bapak sudah kelewatan, saya tau bapak ingin menghina saya yang dulu pernah menyukai bapak_" "aku serius Sabrina, aku menanti ini selama beberapa tahun untuk mengungkapkannya,, apa aku terlihat berbohong??, hah?? apa yang harus aku lakukan agar kau percaya?" "apakah bapak sadar?, bisakah bapak berempati? memikirkan perasaan orang lain? bagaimana bila orang yang bapak cintai bersama orang lain?, apa bapak tidak bisa mengerti bagaimana rasanya bila di tinggalkan orang yang di cintai?" ataku menatapnya, nafasku terasa sesak,, nafas ini bagai di buru,, seirama dengan denyut nadi dan jantungku yang tak bisa terdeteksi. aku sudah menangis di hadapannya, aku tak mengira seperti ini kejadiannya. ia diam membisu, tiba-tiba ia merebahkan tubuhnya terduduk menyandarkan punggungnya. "apa kau sudah ada yang memiliki?, apa kau sudah menikah?" tanyanya menatap ku,, kenapa dia yang memvonisku sepeti itu tanpa mengintroveksi dirinya sendiri. "jawab aku apa ada laki-laki lain di hatimu saat ini?, apa kau punya suami?" tanyanya lagi.. "kenapa tanyakan saya seperti itu, seharusnya bapak lah yang menanyakan itu pada diri bapak sendiri,ok, bapak tau bahwa dulu saya suka dengan bapak, mengimpikan bapak menjadi suami saya kelak, tapi lihat masa depan, kita berjalan di masa depan, meski saya menyukai bapak, bukan berarti saya mau di poligami ataupun merusak rumah tangga bapak, bapak seharusnya ingat bahwa ada anak bapak yang menanti kedatangan bapak di rumah. jadi jangan menceracau dengan niat menikah dengan saya" jelasku. ia menatapku lekat. "hmm,, " ia menyengir, kemudian tertawa lepas,,, sambil menatapku, apa dia benar-benar gila?? atau dia hannya mempermainkan aku "ini tidak lucu" kataku kesal melihatnya yang tertawa. "ini lucu sabrina,, kau,, hahhaa, ehmm,,, seandainya aku belum menikah apa kau mau menikah denganku?" "itu tidak mungkin, karena bapak sudah menikah dan memiliki anak sekarang, jadi jalani hidup bapak send_" "bisa kan tidak memanggilku bapak?" "terserah,"kataku meninggalkannya, karena aku merasa di permainkan olehnya,, lelaki yang salah untuk ku cintai, tak sebaik yang aku bayangkan, aku benci!, aku benci mengatakan perasaanku dan menangis di depannya. "sabrina!!" panggilnya aku tak peruli "sabrina!!" teriaknya lagi "kau salah sangka!" "aku belum menikah!" teriakmya, langkahku terhenti untuk memastikan wajahnya, perlahan ia berdiri dan menghampiriku "aku hanya akan menikah dengan orang yang membutuhkanku sebagai mataharinya" "jangan mengada lagi" "apa aku terlihat berbohong?, ok, kita memang tak saling mengenal, tapi pencarian jati diri yang selama ini kita lakukan memudahkan perkenalan itu" "jangan berbohong" "kau ingin aku apa agar kau percaya?" "aku tiak bisa di tipu, ummi, kakak, itu keluarga barumu, aku tidak suka dengan playboy sepertimu, mau kau apakan Andara?" ia tertawa "dengar, ummi itu ibuku, dan kakak itu kakak kandungku, mereka menelpon tadi karena ingin mengetahui ceritaku, apakah aku dapat megajakmu kerumah untuk makan malam sekaligus mengenalkanmu pada mereka. masalah andara, dia sudah menikah, sekarang dia di jakarta dengan suami dan ke dua anaknya" "kau serius?" ia mengangguk,, "jika saja tidak ada kontrak ini mungkin aku takkan menikah untuk usia yang hampir menginjak kepala tiga, lihatlah 28 tahun membujang hanya ingin menunggu seorang wanita pelupa yang sering melupakan barang miliknya" katanya memperlihatkan pena ku di tangannya. aku tersenyum, "sabrina harun" "ya?" "apa kau memiliki laki-laki lain di sisimu saat ini?" aku menggeleng "menunggu matahari yang tak kunjung terbit" "tapi sekarang aku telah terbit" katanya tersenyum "Sabrina harun" "a haa?" "maukah kau menemani hidupku yang akan selalu berusaha menyinari hidupmu sampai kita kakek nenek dengan menjadi istriku?, maukah kau menikah denganku?" perlahan aku mengangguk dengan seulas senyum bahagia yang terkembang di bibirku. hffttt,, hati ini lega,, "sungguh?" tanyanya, aku mengangguk "terimakasih !" katanya, buru-buru ia mengambil hpnya menelpon seseorang "ummi,,,, abi mau menikah!" katannya girang. "sttt,,,,! jangan teriak-teriak mario, malu di lihat orang" kataku "upss, sorry" katanya tersenyum mengusap kepalaku hhhh,, terimakasih ya allah, untuk duka yang kau akhiri dengan bahagia ini. aku ingat pepatahku dulu saat masih kuliah "dunia selebar daun kelor" itu benar !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar