Translate
Jumat, 17 Januari 2014
Kura-kura yang terbang
Suara klakson dan rongrongan mobil itu memekakkan kupingku. Bising, asap-asapnya menjadi satu dalam lingkaran kehidupanku.
Bibirku kering, ingin sekali ku sumbat comberan comberan dalam got itu ke mulutku. Sementara kian lama manusia-manusia sepertiku ini semakin banyak. Menabuh kaleng-kaleng bir dengan bungkus plastik yang kusam, kotor dan berdebu.
"ayo Maryam, sudah lampu merah" teriak anak berusia 12 tahun itu membuyarkan lamunanku. Aku sudah cukup lelah terus menerus menatap dan menanti lampu merah.
Ku gerakkan perlahan kaki kananku. Tongkat penopang yang menyandang bahuku ikut berirama, tuk,,, tuk,,, tuk,,, . Aku adalah kura-kura yang malang. Hingga bunyi akhir kayu itu menghentikanku pada sebuah mobil.
Isabela adalah kisah cinta dua dunia
Mengapa kita berjumpa namun akhirnya terpisah,,,,,,,,
Lagu isabela yang kini populer lagi ketika di nyanyikan ulang oleh band st12 itu ku nyanyikan. Takku pedulikan kemarau di tenggorokanku yang kering sejak pagi. Hingga kulihat perlahan kaca mobil mewah itu menurun dan sosok pria yang duduk menyupir itu memandangku ramah. Aku tersenyum, entah mengapa kurasa tiba-tiba saja sekujur tubuhku kaku. Tak ku rasakan lagi sakitnya kerongkonganku yang kehausan, kulitku yang kian melegam, aku merasa seakan tak terbeban.
"ada apa sebenarnya yang terjadi?"
Aku tersadar saat tangannya memasuki sesuatu kedalam plastikku yang kumuh. "20.000!!!" teriakku dalam hati. Aku tersenyum menatapnya. "makasih mas" ucapku pelan dengan raut wajah setengah malu. Ia tersenyum. Lalu kubiarkan mobil itu pergi dengan teriakan-teriakan klakson yang mengumpat keberadaanku
*******
"engkau kenapa Maryam??" tanya Udin.
Aku menyadari ia bertanya padaku. Tapi aku sedang tidak ingin diganggu. Aku hanya ingin berdiam diri dan mengulang ingatanku saat pria yang mengemudi mobil mewah berwarna hitam itu menatapku. Andai aku mengenal namanya. Andai aku bisa bertemu dengannya lagi.
"Maryam !!" teriak Udin. Aku kaget, kupukul ia dengan tongkatku.
"jangan ganggu aku" hardikku. Kusandarkan punggungku pada tiang beton yang menopang jembatan penyebrangan itu.
"mengapa kau ini Maryam??" tanya Udin heran. "kau bilang kau haus dan lapar,tidak makan dari semalam. Tapi, setelah ada orang yang berbaik hati memberimu uang dua puluh ribu,mengapa kau masih diam duduk bersimpuh disini dengan pandangan mu yang kosong itu??. Kau mau tunggu sampai kapan??. Sampai ada preman-preman yang melihat tingkah lakumu itu lalu pergi membawa uang itu??"
"diam kau!!" teriakku. Aku pusing mendengar omelannya. Kupandangi wajahnya yang kaget mendengar hardikanku. Ia diam.
Aku meresa bersalah dengan apa yang aku lakukan. Udin satu-satunya orang yang dekat denganku yang sudah ku anggap seperti adik kandungku. Bila hasil mengamen sedikit, kami patungan untuk membeli makanan. Siapa lagilah keluargaku kalau bukan dia.
Aku berdiri dengan agak tertatih. Kuperbaiki tongkat yang menopang bahu kiriku. "ayo" ajakku meninggalkannya.
"kemana??" tanyanya
"memberi sumbangan untuk perut-perut kita" kataku dengan nada canda. Ia mengejarku dan berjalan disampingku.
"Maryam" panggilnya. Aku menoleh dan tersenyum. "ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi" sambungnya.
Aku mengangguk
*******
Dirumah kardus itu,,,, pengap. Setidaknya itu lebih baik dari pada hujan. Kuceritakan pada Udin apa yang sebenarnya terjadi padaku. Tentang pria pengemudi mobil mewah yang baik hati itu. Tapi, aku tak menduga reaksinya seperti ini.
"apa??" tanyanya kaget. "kau menyukai pria yang mempunyai mobil mewah itu??. Apa kau sadar Maryam, itu tidak mungkin. Kita ini
hanya manusia-manusia buangan. Kita miskin dari pada orang miskin. Mana ada orang yang mau menerima kita. Menatap kita pun tak sudi. Dia itu orang-orang besar Maryam. Apalagi dengan keadaan kau seperti ini. Lihatlah kaki kirimu yang buntung itu. Melihatmu berjalan tertatih-tatih ia akan menjauhimu" katanya memarahiku.
Aku diam. Apa benar orang-orang seperti dia akan menjauhiku?. Aku cacat,,, cacat,,,. Udin memang benar. Aku terlalu berharap. Kaki puntungku ini hanya membantuku untuk menjadi semakin terpuruk. Aku menangis, ada rasa sesal. Mengapa harus aku yang mendekam didalam jasad ini. Jasad gadis berusia 18 tahun dengan tongkat di ketiak kirinya yang kaki kirinya menjuntai tanpa telapak.
"aku memang orang cacat. Ya, orang cacat. Aku tak seharusnya bermimpi yang pada akhirnya akan menghancurkan diriku saja" kataku lirih. Aku berdiri dengan tertatih dan pergi meninggalkan rumah kardus itu.
*******
"maafkan aku Maryam" ucap Udin paginya. Kurapikan rambut ikalku yang kering dan kusam.
"tidak, kau tidak salah, kau sudah ku anggap sebagai saudaraku, kau berhak menasehatiku" kataku tersenyum yang entah kurasa seperti dibuat-buat, aku masih belum bisa percaya dengan apa yang aku alami. Bermimpi dengan mencintai orang lain yang kehidupannya jauh bebeda denganku.
"tapi aku tak bermaksud membuat kau merendah dan tidak percaya diri dengan apa yang ada padamu"bantahnya. Didekatinya aku. Dibersihkannya kusam pada pipi kiriku. "kau cantik, aku hanya takut orang-orang hanya akan menyakitimu, aku ingin kau berada pada orang yang benar-benar mencintaimu apa adanyaa meskipun kau cacat. Aku sayang kau Maryam. Kau keluargaku satu-satunya, aku hanya ingin sesuatu terbaik untukmu" ungkapnya. Aku terharu, kupeluk anak berumur 15 tahun itudengan tetes air mata.
"makasih din" ucapku mengusap air mataku.
"hei,, sudah. Ayo kita konser dulu" ajaknya dengan canda. Hhh,, konser yang mengahrapkan iba dari orang-orang yang berhululalang dijalan besar itu.
"aku melangkah dengan perasaan yang mulai bebas. Tapi kadang terbesit di otakku untuk berharap bertemu lagi dengan pria itu.
Tak kutemukan, aku sedikit resah. Hingga akhirnya siang terik tak terasa menyengat bagiku.
Alis tebalnya hampir menyatu, mungkin hanya itu yang menarik. Semua biasa-biasa saja. Tapi, entah mengapa aku selalu terpesona melihatnya. Matanya menatap pandangan kosong tepi trotoar.
"Udin!" desahku, aku ingat kata-katanya , perlahan aku berbalik dan menghindar menjauh darinya.
"adek!!" teriaknya. Aku menghentikan langkahku dan berbalik kearahnya yang ternyata berlari menghampiriku. Sebeanrnya aku tak percaya dengan apa yang terjadi.
"ya mas, ada apa?" tanyaku salah tingkah.
"bengkel dimana ya?" tanyanya menatapku ramah, aku diam menatap matanay sambil memmicingkan mata "sepertinya saya nyasar" ia mencoba menyadarkan aku yang sejak tadi diam menatapnya
"oh, kalau dari sini agak jauh mas, di persimpangan jalan sana" jelasku menunjuk kearah selatan.
Ia menoleh kearah telunjukku, lalu mengangguk perlahan "hm,, bisa temani saya dek?" tanyanya. Itu pertanyaan yang mengagetkanku, aku menatapnya. Kemmudioan mengangguk
*******
Allah. Aku benar-benar tidak menyangka pa yang terjadi. Aku duduk disampingnya dan saling berbicara disamping bengkel itu. Dia benar-benar tidak menganggapku berbeda karena cacatku.
Namannya Aprianto. Dia bilang aku bisa memanggilnya mas Ap,. Usianya 24 tahun. Ia adalah seorang sopir pribadi. Aku mengenalkan diriku padanya.
Maryam, gadis berusia 18 tahun yang cacat, yang pekerjaannya menyanyi dan mengiba kebaikan-kebaikan orang-orang di jalan raya.
"aku perna melihatmu. Jujur, aku bangga dengan apa yang ada pada dirimu saat ini. Kau orang yang punya semangat. Andai aku bisa sepertimu" katanya dengan tatapan kosong. Aku menatapnya diam, apa yang terjadi padanya?
"aku tak seperti yang mas pikir, sebenarnya aku begitu rapuh. Terkadang muncul rasa kurang percaya diriku karena cacat yang ku sandang. Sejak kejadian sepuluh tahun lalu" aku menerawang "aku selalu merasa ini tidak adil. Saat ada banyak orang yang bahagia bersama keluarganya yang utuh dan dalam keadaan yang sehat dengan kondisi fisik yang utuh. Aku malah harus merasakan hidup yang serba kekurangan, mengemis di tengah jalan bersama ibu. Hingga aku kehilangan satu-satunya keluargaku yang mati dengan cara yang mengenaskan dan sebelah kakiku yang buntung. Hidup sebatang kara di rumah kardus yang kumuh. Aku tak seperti yang mas fikirkan. Hidupku malang, aku kura-kura di tengah padang pasir yang suatu saat akan mati sia-sia, tak berguna" ceritaku dengan mata berkaca-kaca. Kurasakan air mataku membasahi pipiku yang kering.
"kau tidak sendiri Maryam" katanya menatapku. Ia mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna merah padaku."aku sama sepertimu, tapi kau lebih beruntung. Aku menyianyiakan hidupku, aku merusaknya. Ayahku seorang perwira tni, sifatnya yang keras dan dan pengekang itu membuatku tak peduli padanya. Ia tidak pernah mengerti apa yang aku mau dan tidak aku mau. Dia memaksaku dan menjadikanku robot. Setelah ibu meninggal, aku kabur dari rumah. Aku berteman dengan siapa saja dari anak punk hingga preman pasar. Disana aku mengenal minuman keras, dan obat terlarang. Aku berkali-kali masuk penjara karena terjaring razia. Disana ia menemukanku lagi. Merasa malu, ia tidak mau menganggapku sebagai anak lagi.aku terluntang lantung dengan fisik yang semakin lemah. Aku tau karma itu sudah datang, apa yang aku tuai, itulah yang aku terima. Aku terkena hiv, dan itu yang buat aku sadar untuk berubah dan berhenti dengan semua kegilaan duniawi itu. Aku mulai mencari kerja dengan menjadi sopir pribadi seorang pengusaha tekstil. Hingga sekarang"ceritanya
Aku kaget mendengar ceritanya. Hiv?. Aku tak menyangka dengan apa yang di ceritakannya.
"apakah mungkin suatu saat kita akn menemukan kebahagiaan mas?"
"sekarang kita bahagia mariam, aku tersenyum, dan kau pun juga. Arti bahagia tidak harus memiliki semuanya secara utuh, cukup kau tersenyum dengan ikhlas itu juga bahagia" katanya
Aku diam, kulihat ia tersenyum. Ia tampan saat tersenyum, matanya seperti basah dan agak berkilau terkena sinar matahari. Aku tersenyum.
"kita memang tidak memiliki apa-apa mas. Tapi setidanya kita masih punya amal"
Ia tertawa "aku tak yakin Allah mau memaafkan dan menghapus dosaku selama ini meskipun aku berusaha untuk berubah
dan berbuat baik"
"dia lebih tau mas"
Ia tersenyum lagi, "mariam?"
"ya?"
"apa boleh aku dekat denganmu?" tanyanya
Aku diam, tentu saja aku mau. Ternyata dia adalah orang yang baik. Perlahan aku mengangguk dan tersenyum.
***
"kau dekat dengannya?" tanya Udin tak percaya. Aku mengangguk pelan.
"ya, kau lihatkan dia orang baik?, ia mengantarku, kehidupannya sama sepertiku, tidak ada perbedaan antara kami. Aku suka padanya dan kurasa aku jatuh cinta pada mas Ap"ungkapku dengan senyum yang mengembang.
"aku tidak suka aku dengaqnnya Maryam !!!!" tegasnya, aku kaget. Wajah Udin berang, wajahnya benar-benar tidak sedap di pandang.
"apa maksudmu din?"
"dia itu belum tentu baik Maryam, kau hanya kenal dia sekali. Apalagi kau bilang dia mengidap hiv. Berarti dia itu kriminal Maryam!!, seks bebas, narkoba, judi, premanisme, pengedar!!!" katanay dengan suara yang tinggi.
"tapi ini hidupku, aku berhak menentukan hidupku sndiri!!" kataku tegas.
"dia itu pengidap hiv dan mungkin aids!!, orang seperti dia sama juga sampah kotor yan gahrus di buang"
"lalu?, bagaimana dengan aku???. Aku cacat!!, kakiku puntung dan aku juga sampah yang di buang. Aku hanya mencari kebahagiaan di akhir-akhir hidupku yang tak beruna ini. Aku tetap[ cinta mas Ap meskipun ia mengidap aids"
"setidaknya ak ulebih baik dari pria itu" katanya spontan, apa maksudnya? Aku benar-benare tidak mengerti.
"apa maksudmu?"
"aku" ia diam, wajahnya seakan bersalah sama sekali tak berani menatapku yang menanti jawabannya. Perasaanku kian menduga-duga. "aku cinta padamu Maryam, aku tak ingin kau dekat dengan laki-laki lain. Aku hanya ingin kau bersamaku, dekat denganku"
Apa??, apa aku sedang bermimpi???
"kau salah mencintaiku din,, salah..!, kau sudah ku anggap sebagai adikku sendiri. Mengapa sampai kau berfikir seperti itu??" tanyaku menangis
"tapi kita tidak sedarah, aku berhak mencintaimu Maryam"
"dan aku punya hak untuk tidak menerima cintamu itu" kataku menangis. Apa yang sebenarnya terjadi pada hidupku? Permainan apa ini?. Kuambil tongkatku dan pergi perlahan meninggalkan rumah kardus itu.
******
"Maryam!!"teriak Udin dari tepi trotoar.
Aku berusaha menyeberang jalan. Kulihat mobil yang di bawa mas Ap terparkir didepan ruko tiga tingkat itu. Ia melihatku sembari melambai. Aku terseyum dan terus menyeberang. Takku pedulikan Udin yang terus berteriak dari tadi.
"Maryam!, jangan menyeberang dulu, biar kau menjemputmu" teriak mas Ap dari kejauhan ketika ia mulai menyeberang. Aku berhenti hingga suara klakson mencaci maki kehadiranku dan mas Ap di jalan aspal itu.
"Maryam!!, ayo kita pulang" teriak Udin tiba-tiba saja ada di sampingku menarik tanganku.
"lepaskan aku din!, biarkan aku melakukan apa apa yang seharusnya aku lakukan. Kau terlalu mengekangku. Kau itu adikku, aku tidak mungkin mencintaimu. Aku tidak memiliki perasaan apa-apa padamu!!" tegasku. Kulepaskan tangannya yang sejak tadi menarikku untuk berbalik.
Kulihat mas Ap yang hampir mendekatiku.
Tapi sebuah truk...
"Mass!!!" teriakku berlari menghamprinya.
Hhhh,, aku histeris.aku merasakan mataku memerah, basah karena air mata. Jantungku kian berdetak tak karuan. Apa yang sebenarnya terjadi?. Apa ini mimpi??. Tapi air mata ini terasa dingin mengalir dipipiku.
"Ma,, Maryam" desah mas Ap terbata. Tangannya berlumuran darah. Kulihat samar air matanya menetes.
"maaf" ucapku lirih. Sosok Udin menghampiriku dengan wajah yang bersalah dan uraian air mata.
"Maryam. Maafkan aku Maryam,, aku seharusnya merelakan kau dengan mas Apri,, maafkan aku!!" ucapnya lirih. Kurasakan tubuhku bergetar hebat dan kian dingin. Sakiittt,,, sangat sakittt.. Allah,, bahkan mengucap nama-nya saja aku tak bisa. Mulutku kaku, lidahku kelu,,, aku terlalu sakit hingga aku tak mampu lagi untuk berucap sedikit kata saja untuk meminta maaf pada Udin dan mas Ap. Aku hanya mampu menangis,,, dan biarkan air mataku menambah perih rasa sakit itu.
Isak tangis Udin dan mas Ap kian lirih dan lama kelamaan mulai terdengar pelan. Allah, sakittt,, jika sakit ini bisa hilangkan semua penderitaan hidupku.. Maka lakukanlah,, aku siap. Aku terbatuk, ada gumpalan darah keluar dari mulutku. Setelah itu, perlahan tubuhku mulai ringan, rasa sakit itu perlahan mengilang bersama keringnya tenggorokan yang kehausan dan perut yang lapar. Aku dapat melihat diriku sendiri di pangkuan mas Apri yang menagis. Tongkatku terpatah sepuluh meter jauh dariku. Tergilas oleh kendaraan yang masih berlalu-lalang.
"innalillahi wainna ilaihi rajiun" ucap mas Apri lirih hingga membuat Udin memelukku dengan tangis yang menyayat
hati. Suara klakson mobil-mobil yang sebagian masih berlalu lalang seakan mengumpatku dan mengatakan bahwa aku pantas mendapatkan ini.
Perlahan tubuhku melayang,, dan melayang. Terbang tanpa beban, tanpa tongkat dan kaki yang pincang. Pergi meninggalkan kaleng bir, plastik kusam kotor dan berhenti menanti lampu merah serta berhenti menganggap bahwa aku kura-kura yang malang. Karena saat ini aku adalah kura-kura yang terbang.
ALLAH, sesungguhnya aku diciptakan oleh-MU. apapun bentuknya aku adalah mahluk-MU,, KAU adalah penciptaku. setelah KAU beri ruhku pada jasad gadis yang kecelakaan itu, KAU punya hak untuk mengambilnya kembali. dan ketika saat itu datang. aku telah siap. aku telah lama merindukan panggilan Mu ini.
****
Mak Comblang
Jane meswara adalah seorang mak comblang terkenal di SMAnya. Jasanya sangat besar di bidang percintaan dan asmara, soal menghubungkan tali kasih antara dua mahluk berlainan jenis. Intan dan budi, Anton dan Vea, Samsul dan Yona, Tita dan Ferdi, Judhi dan Meri, Ila dan Indra, banyak lagi.
Pagi ini saja ia sudah sibuk dengan urusannya. Baru saja ia memarkirkan sepeda motornya di parkiran sekolah, kliennya sudah menyambut kedatangannya dengan tidak sabaran.
“Jane, bagaimana ini??, sudah seminggu aku meminta pertolongan padamu, mengapa tidak berhasil juga?”
Jane menarik nafas pelan. Ia membuka helmnya sambil menatap cowok jangkung yang sering mengenakan topi itu. Namanya Chandra, Jane mengenalnya hampir setahun sejak cowok itu menjadi tetangga baru neneknya. Cowok itu tampan, tapi entah mengapa ia tidak pede dengan ketampanannya higga harus meminta pertolongan Jane untuk menjomblanginya “mugkin dia tidak cinta padamu, soalnya aku merasakah hal yang aneh padanya. Sepertinya dia tidak suka padamu”
Mendengar itu wajah Chandra berubah angker “kau ini bagaimana?, kau bilang kau ini mak comblang handal?. Lalu mengapa jadi begini?” Katanya kesal setelah tau sepertinya Jane menyerah untuk membantunya.
“aku tidak mungkin memaksa kehendaknya hanya karena kau seorang mak comblang!” Jane ikutan sewot. Ia menarik nafas pelan “begini saja, beri aku waktu dua hari setidaknya dia tau perasaanmu”
Chandra berfikir, kemudian ia mengangguk. “dua hari ya?” Katanya mengacungkan dua jarinya tepat didepan wajah Jane. Jane mengangguk. Setelah itu Chandra pergi setelah sebelumnya mengacak-acak rambut Jane.
“Euhh !!!” Sergah Jane merapikan rambutnya sambil menatap kepergian cowok jangkung itu.
***
Hm,, sepertinya ada sedikit masalah. Memang tak semuanya berjalan dengan sukses. Gadis yang disukai kliennya itu kurang banyak bicara, pendiam, tertutup dan bahkan tidak punya teman akrab di kelasnya. Wah, bagaimana Jane melakukannya?
Sehari hingga dua hari kemudian Jane belum juga berhasil karena gadis bernama Cahaya itu tidak hadir, entah kemana. Kata teman sebangkunya gadis itu sakit dan dan mereka tidak tau rumahnya.
“bagaimana?”Tanya Chandra menghampiri Jane saat di kantin sekolah.
“dia tidak_”
“jangan banyak alasan, mana reputasi baikmu sebagai mak comblang. Atau aku sebar ke satu sekolah bahwa kau itu tidak ada apa-apanya” ancamnya memotong kata-kata Jane. Jane menatap cowok itu yang mengunyah permen karet. Bisa-bisanya cowok itu mengancamnya dengan merusak reputasi baiknya yang susah payah ia bangun dari nol.
“oke, beri aku waktu, hmm,, tiga hari lagi. Tapi kau ikut denganku. Bagaimana aku mau menjomblangi kalian bila kau di timur dia di barat. Iya kan?, tiga hari yang akan datang itu hari yang bagus untuk menyatakan cinta. Tanggal cantik, mudahan saja pada waktu itu rencana kita berhasil”
“kalau tidak berhasil?” Tanyanya menatap Jane tajam.
“hmm,, harus berhasil. Jangan pesimis dong. Bukankah banyak yang menyukaimu dan jatuh hati padamu, kecuali aku ya. Hmm,, jadi dia pasti menerimamu”
“kalau ternyata tidak?”
“ya aku tidak tau,, mungkin kalian bukan_”
“kalau tidak berhasil, kau yang jadi pacarku”
“apa??!!” Jane kaget. “aku tidak setuju, itu urusanmu, mengapa di kait-kaitkan denganku”
“sudah, berusahalah kalau kau memang tak mau jadi pacarku” cowok itu lagi-lagi mengancamnya. “oke?” Katanya meninggalkana Jane dengan senyuman angkuhnya itu.
Jane berfikir keras bagaimana caranya agar Cahaya menerima cinta Chandra secepat mungkin. Chandra satu-satunya kliennya yang cerewet dengan segala ancaman gilanya itu. Ditambah lagi targetnya si Cahaya yang pendiam, tidak banyak bicara, tidak punya nomor HP, tidak punya teman, dan tidak jelas ada dimana sekarang.
Tidak selamanya suatu usaha selalu berjalan dengan lancar.
***
Hari pertama, Jane dan Chandra sibuk mencari dan mencoba mencuri hati Cahaya. Dari pagi hingga ia pulang kerumah. Tapi sepertinya Cahaya belum mau membuka hatinya untuk Chandra. Soalnya ia seolah tidak mau untuk diajak bertemu.
Esoknya dihari kedua, terus berlanjut seperti itu, Jane gagal mempertemukan Chandra dan Cahaya karena gadis itu pulang cepat. Tidak ada perubahan...
Sehari lagi...
“kau yakinkan hatimu besok sepulang sekolah, aku harap dia menerimamu”
“baiklah, kalau tidak, kau ingat janjimu”
“janji apa?”
“kau jadi pacarku”
“euu, siapa yang mau menjadi pacar sepertimu?”
“kau, bukankah kau yang bilang bahwa aku di sukai banyak cewek?”
“terkecuali aku”
“janji adalah janji”
“aku_”
Lalu apa yang terjadi esoknya?
“apa?? Cahaya tidak sekolah?, pindah? Kemana? Aduh!!, matilah aku” Jane kaget setelah mendapat informasi dari teman sekelas Cahaya.
“mengapa harus mati kak?”
“aku_” ponsel Jane berbunyi, itu dari Chandra
“kau kesini, jangan menghindar, aku sudah tau semuanya. Berani kau kabur akan aku ceritakan ke satu sekolah bahwa kau akan jadi pacarku dan aku akan menyatakan perasaanku dengan microphon sekolah” sekali lagi cowok itu mengancam.
Jane kaget, cowok itu benar-benar terobsesi untuk memiliki pacar pada tanggal cantik ini. Gara-gara cintanya dak bersabut oleh Cahaya ia menjadi stress dan gila. Dengan gontai Jane melangkah menuju bangku yang tak jauh dari lapangan volly. Baru kali ini ia gagal menjomblangi orang dan baru kali ini ia mendapat masalah besar karena kegagalan itu dari kliennya.
Tempat itu sepi, tidak ada anak-anak yan bermain volly maupun sekedar duduk-duduk di bangku itu. Jane mencari sosok Chandra yang tadi memintanya untuk bertemu di lapangan vollly. “Chandra”
“terkadang, cinta itu datang tak terduga, meski awalnya tak suka namun bila sepasang kekasih terus bersama, saling menjaga dan menyayangi. Cinta itu akan datang dan kau takkan pernah menduganya” tiba-tiba Chandra berdiri di belakang Jane dengan kata-kata cintanya. Jane berbalik menatap cowok itu aneh. Tumben-tumbenan Chandra tidak memakai topi, rambutnya yang berwarna coklat kehitaman itu agak berantakan terttiup angin. Ia mengangakt kedua alisnya menatap Jane sambil mengusap rambutnya.
“bahasamu terlalu dibuat-buat, aku tidak mengerti”
“terserahlah, yang penting kau harus jatuh cinta padaku”
“kau memaksaku??!!”
“menurutmu?”
“keterlaluan”
“ok” Chandra berfikir sejenak “begini saja, aku tidak akan memaksamu, tapi aku ingin meminta bantuanmu untuk menjomblangiku lagi. Tapi harus berhasil, tidak boleh tidak. Kalau tidak berhasil, aku akan melamarmu dan menyuruh orangtuaku untuk menemui orangtuamu untuk menjodohkan kita”
“apa??!!!” Jane kaget “mana bisa begitu!”
“iya,, itu resikonya”
“lalu aku harus menjomblangimu dengan siapa?”
“denganmu Jane Meswara”
“Apa??!!” Kali ini Jane lebih kaget “itu hal bodoh yang pernah ku dengar!. Masa aku harus menjomblangimu dengan diriku sendiri?, apa namanya itu?”
“kau mau tidak?, kalau tidak aku akan melamarmu”
“tapi,,”
“kau harus mendapat jawaban dari Jane Meswara sekarang atau aku menelpon orang tuaku untuk melamarmu” katanya merogoh saku celananya.
“kau ini gila. Jangan main-main. Apa kau cinta padaku?”
“aku serius” katany aengacungkan dua jarinya keatas “aku benar-benar cinta padamu dan hmm,, sebenarnya aku hanya mengerjaimu soal Cahaya. Aku tidak cinta padanya dan aku sudah tau dia mau pindah” ceritanya. Jane membesarkan matanya tak percaya. Geram ia menatap cowok jangkung itu.
“kau ini,, kelewatan!!”
“heh,, jangan marah-marah. Pilih cepat, terima atau ku lamar?”
Jane diam menatap cowok itu. Lama ia berfikir hingga lagi-lagi ia kaget setelah sadar banyak teman-temannya mendekati mereka.
“terima”
“terima”
“tolak aja, biar lebih serius”
“ayo jawab” kata Chandra tersenyum-senyum
“apa ini rencanamu?”
“ya,, sesekalikan menjomblangi mak comblang” kata adin menyeletuk
Chandra tersenyum
“terima”
“terima”
“semua pilihan menguntungkanmu” kata Jane yang masih berfikir.
“jawab” Chandra menunggu
Jane menarik nafas pelan “iya,, iya,,” jawabnya hingga semua orang bersorak sorai. “tapi ada satu syarat”
“apa?” Tanyanya
“buktikan kalau kau memang serius? Jangan permainkan aku”
“ok, aku akan datang kerumah orang tuamu, masih kurang? Apa perlu aku mengajak serta orang tuaku nanti malam?, dengan cincin tunangan bila perlu. Bagaimana?”
Jane mendekati Chandra “buktikan”
Chandra mencubit hidung Jane “aku janji sayang” katanya meninggalkan Jane yang kesakitan dengan hidung yang memerah.
“Chandra!!” Teriaknya mengejar cowok itu. Sementara yang di kejar berusaha berlari sambil mengejek Jane. “awas kau!”
Hmm,, tak terfikirkan kalau mak comblang harus menjomblangi seseorang dengan dirinya sendiri. Ternyata bukan mak comblang saja yang punya akal untuk menyatukan cinta. Tapi Chandra juga bisa.
THE END
Langganan:
Komentar (Atom)